peranan TI dalam kepolisian
Posts Tagged ‘Teknologi Informasi di bidang kepolisian’
Peranan Teknologi Informasi di Bidang Kepolisian
Monday, October 19th, 2009
Tags: kepolisian, Peranan Teknologi Informasi, TEKNOLOGI INFORMASI
Oleh Friedrick
Tags: Teknologi Informasi di bidang kepolisia
Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Drs. Susno Duadji – Tingkatkan Profesionalisme Dengan TI
Ditulis pada 18 September 09
Seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi (TI) di Indonesia yang juga disertai dampak negatifnya bahkan cenderung mengarah pelanggaran pidana, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berupaya mengimbangi dengan membentuk satuan khusus terkait TI. Polisi pun tak mau ketinggalan jaman dan gagap teknologi. BUKAN hanya untuk mengejar penjahat yang memanfaatkan teknologi dalam modus operandinya, tapi juga untuk membangun citra sumber daya manusia (SDM) Polri dan membangun kepercayaan masyarakat bahwa Polri lebih mampu melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat secara profesional.
“Di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) sendiri yang kami punya adalah telematika yang kurang lebih dapat diartikan sebagai bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan TI. Bidang itu kami pertajam lagi dengan suatu unit yang namanya Unit V TI dan Cybercrime. Hal ini menunjukkan bahwa Polri mengikuti perkembangan jaman dan pesatnya perkembangan TI untuk dapat melayani masyarakat secara optimal ,” ungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Drs Susno Duadji, SH, MH, Msc. Bareskrim Markas Besar (Mabes) Polri sebagai garda terdepan Polri dalam melaksanakan penegakan hukum di Indonesia, terus berupaya mengimplementasikan TI. Ungkapan ini bukan sekadar basa basi, apalagi konon Polri lah yang menjadi instansi pertama di Indonesia yang menggunakan komputer sejak 1950-an silam. Maka tak heran jika hingga kini pengembangan TI di jajaran kepolisian terus dilakukan guna meningkatkan profesionalisme.
“Kami istilahkan training follow trainer untuk meningkatkan profesionalisme jajaran Polri ini khususnya dalam implementasi TI. Bentuk pelatihan TI yang paling efektif adalah dengan memantau penerapannya dan action plan. Ini semua kami lakukan untuk lebih optimal dalam melayani masyarakat,” tambah mantan Kapolda Jawa Barat ini dalam perbincangan BISKOM belum lama ini. Berikut petikannya.
Sejauh mana pemanfaataan TI di lingkungan kepolisian?
Kalau bicara TI, intansi di Indonesia yang lebih dulu memakai komputer adalah polisi. Dulu sejak tahun 1950-an, polisi sudah menggunakan komputer yang bentuknya masih tabung (transistor) yang dipasang di dinding-dinding. Tapi sayangnya, tidak terlalu berkembang dengan maksimal. Nah, kalau ditanya pemanfaatan TI sejauh mana, yang jelas Polri memandang sangat bermanfaat dan sangat membantu untuk mempercepat penyampaian informasi serta memperkecil ruangan yang digunakan untuk penyimpanan data dan dalam pengarsipan. Belum lagi TI sangat membantu untuk pendataan pembinaan karir dan personil, termasuk pendataan perkara sistematis melalui komputerisasi. Jadi, dengan pemanfaatan TI, kami akan bekerja dengan lebih tepat dan objektif. Misalnya kalau saya harus menilai masing-masing anggota penyidik dengan sistem penilaian biasa, mungkin penilaian itu akan sangat subyektif karena berdasarkan atau melibatkan perasaan.
Namun dengan adanya TI, komputer yang akan menilai seberapa besar prestasi yang sudah dicapai, berapa lama dia menyelesaikan berkas, berapa banyak klaim masyarakat yang dia terima, karena itu semua akan tercatat semuanya di komputer. Inilah yang dinamakan sistem pengendalian perkara dan sistem penilaian kinerja anggota dengan komputerisasi. Kalau polisi tidak mau atau tidak bisa memanfaatkan TI, jelas akan tertinggal dan bisa-bisa kecolongan dengan penjahat. Di samping itu semua, TI juga dapat menunjang kinerja polisi, seperti pengungkapan pelaku teroris, pendataan kejahatan lain, dan yang tak kalah penting kami berhubungan dengan dunia internasional untuk saling tukar informasi di Interpol dan beragam manfaat lainnya.
Bareskrim sudah mengembangkan aplikasi untuk sistem pengendalian perkara dan sistem penilaian kinerja anggota secara elektronik, bisa dijelaskan lebih lanjut?
Sistem Penilaian Kinerja Penyidik adalah suatu aplikasi yang memberikan solusi dalam bentuk komputerisasi penilaian kinerja penyidik. Sistem ini memberikan informasi akurat proses penyidikan tindak pidana, informasi kinerja penyidik dalam menyelesaikan laporan polisi. Sistem ini juga memberi kemudahan dalam mengkalkulasi parameter penentu hasil kinerja penyidik dan memudahkan pimpinan mengambil kebijakan. Secara garis besar aplikasi sistem pengendalian perkara elektronik memiliki fasilitas antara lain pertama, pemberkasan data laporan polisi, yang merupakan kegiatan awal untuk memberikan informasi perkembagan perkara yang sangat ditentukan oleh peran aktif operator atau penyidik dalam menginput data. Kedua, adanya Map Control, aplikasi ini memiliki 23 map atau kotak proses penyidikan mulai dari map Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), sampai dengan map pelimpahan perkara ke instansi lain. Ketiga, penilaian kinerja penyidik, dimana proses penilaian kinerja dilaksanakan secara otomatis berdasarkan parameter-parameter yang terintegrasi dengan perkembangan laporan perkara (Map Kontrol). Proses penilaian berupa poin tiap tahapan penyidikan yang dikalkulasi dalam bentuk kriteria persentase atau indeks. Keempat, unsur penilaian kinerja yang didasari oleh input atau entry data ke dalam sistem. Dalam unsur ini dituntut peran aktif penyidik mengisi tahapan perkembangan penyidikan dalam map control yang terdiri dari parameter pendukung rumusan hasil kinerja. Kelima, hasil penilaian kinerja, yang merupakan hasil dari proses yang berkesinambungan mulai dari nilai kinerja penyidik, gabungan nilai kinerja penyidik yang nilai kinerja unit yang juga merupakan gabungan nilai kinerja direktorat.
Bagaimana agar jajaran Polri lebih professional dalam menjalankan tugasnya dengan manfaatkanTI?
Kita harus lebih intens lagi mengenalkan TI di jajaran kepolisian. Sebab kami akui masih banyak anggota yang katakanlah “gagap teknologi”. Nah, kondisi seperti ini harus kami hilangkan karena komputer sudah dirancang sedimikian rupa agar orang lebih mudah mengoperasikannya. Si polisi tidak perlu berpikir bagaimana membuat program, tapi cukup menggunakan program tersebut. Jadi, kita terus memperkenalkan dan mensosialisasikan penggunaan komputer kepada polisi, sehingga dia tertarik dan komputer menjadi suatu kebutuhan kerja serta membuat mereka menjadi computer minded.
Belum lama ini seluruh jajaran Bareskrim mendapat pelatihan khusus TI. Dalam hal apa saja?
Biasanya kalau ada peralatan baru yang menunjang tugas polisi atau ada aplikasi baru yang harus diketahui, kami memang menggelar pelatihan khusus dulu. Misalnya di lingkungan Mabes Polri ini mulai dipasangi fasilitas internet, ya kami beri pelatihan terlebih dahulu terhadap semua jajaran. Kalau memang ada gadget yang fasilitasnya bisa sangat bermanfaat untuk menunjang kinerja, kami juga mengadakan pelatihannya dan sebagainya. Hal paling utama sebelum mengimplementasikan TI memang harus didahului dengan minat yang cukup dan mereka merasa senang dengan kehadiran teknologi baru itu. Kalau sudah merasa senang, tidak begitu sulit lagi untuk mengembangkan implementasinya dan pemanfaatannya. Jadi, kami tekankan agar mereka belajar dan mulai senang menggunakannya. Kalau hal ini sudah berjalan di tingkat pusat dengan baik, maka di kepolisian di daerah pun akan mengikutinya. Saya pernah melatih jajaran kepolisian di daerah tentang penggunaan teknologi, tapi ternyata belum berkembang hasilnya. Tapi kami tidak pernah bosan dan terus melatih mereka agar mereka bisa senang, berminat dan mengaplikasikan teknologi itu dengan sendirinya. Memang, kalau sesuatu dirasakan lebih bermanfaat dan enak karena mudah menggunakannya, maka dia akan terdorong untuk mencari teknologi itu. Jadi kesimpulannya, belum semua jajaran Polri sudah menguasai TI.
Menurut Anda unit Polri mana saja yang sudah menguasai TI dalam menjalankan tugasnya?
Di tubuh Polri yang sudah IT minded itu baru unit yang menangani kasus terkait TI saja. Antara lain Unit V IT and Cybercrime dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Kami harapkan keterampilan soal pemanfaatan TI bisa tersebar merata ke unit lainnya meski secara perlahan.
Bagaimana peran TI bagi Polri dalam upaya pemberantasan teroris?
Dengan pemanfaatan TI kami juga harus tahu bagaimana para teroris itu memanfaatkan TI dalam aksinya. Misalnya kita menggunakan TI dalam melacak jejak elektronis mereka, dengan TI kita juga melakukan penyadapan aktivitas mereka, apalagi ketika mereka melakukan transfer dana lewat e-banking misalnya, kita juga harus bisa lacak. Bukan cuma dalam pemberantasan teroris, tapi juga dalam kasus pidana lainnya seperti pembobolan situs KPU dalam Pemilu 2004 misalnya. Tentunya, semua kasus pidana terkait TI itu sangat sensitif sebab menyangkut bukti otentik dan data elektronis.
Selain terorisme, apa lagi tantangan terberat bagi Polri saat ini?
Kejahatan transnasional berkembang terus. Kejahatan transnasional hampir selalu berkaitan dengan kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari satu negara. Kejahatan ini antara lain, perdagangan manusia atau istilahnya human trafficking atau crimes against humanity, perdagangan obat bius (drug trafficking), kejahatan terorganisir lintas batas Negara (transborder organized criminal activity), pencucian uang (money laundering), dan kejahatan finansial (financial crimes) lainnya.
Kejahatan ini memang baru bisa terbongkar oleh orang-orang yang memang mempunyai pengetahuan TI karena modus operandi kejahatannya tak lepas dari pemanfaatan TI. Kalau kita tidak punya kemampuan TI dan bahasa Inggris, bisa repot karena sifat transnasional ini sudah lintas Negara dan mengglobal. Lebih dari itu pergerakan kegiatannya pun sangat pesat seperti halnya perkembangan TI. Selain kasus terorisme, tantangan Polri juga banyak bermunculannya kasus cyber crime dengan modus membobol kartu kredit dan sebagainya, termasuk dalam kasus pencemaran nama baik melalui TI misalnya.
Peranan Teknologi Informasi di Bidang Kepolisian
Monday, October 19th, 2009
Tags: kepolisian, Peranan Teknologi Informasi, TEKNOLOGI INFORMASI
Oleh Friedrick
Kepolisian menggunakan teknologi informasi untuk melakukan berbagai aktifitas. Contoh yang umum adalah pemanfaatan teknologi informasi untuk membuat SIM (surat izin mengemudi). Dengan menggunakan teknologi informasi, yang melibatkan komputer, kamera digital, perekam sidik jari, dan pencetak kartu SIM, dimungkinkan untuk membuat SIM hanya dalam waktu singkat.
Face Recognition
Teknologi kompresi gambar memungkinkan sidik jari dapat disimpan secara elektronis dengan ukuran yang sangat kecil sehingga tidak terlalu menyita ruang dalam media penyimpanan, sedangkan teknologi pencocokan pola (pattern recognition) digunakan untuk memudahkan pencarian sidik jari yang tersimpan dalam basis data.
Teknologi pengenalan wajah (face recognition) dapat digunakan untuk mengenali wajah-wajah para pelaku tindak kriminal yang telah tersimpan dalam basis data di dasarkan oleh suatu sketsa wajah atau foto.Tags: Teknologi Informasi di bidang kepolisia
Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Drs. Susno Duadji – Tingkatkan Profesionalisme Dengan TI
Ditulis pada 18 September 09
Seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi (TI) di Indonesia yang juga disertai dampak negatifnya bahkan cenderung mengarah pelanggaran pidana, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berupaya mengimbangi dengan membentuk satuan khusus terkait TI. Polisi pun tak mau ketinggalan jaman dan gagap teknologi. BUKAN hanya untuk mengejar penjahat yang memanfaatkan teknologi dalam modus operandinya, tapi juga untuk membangun citra sumber daya manusia (SDM) Polri dan membangun kepercayaan masyarakat bahwa Polri lebih mampu melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat secara profesional.
“Di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) sendiri yang kami punya adalah telematika yang kurang lebih dapat diartikan sebagai bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan TI. Bidang itu kami pertajam lagi dengan suatu unit yang namanya Unit V TI dan Cybercrime. Hal ini menunjukkan bahwa Polri mengikuti perkembangan jaman dan pesatnya perkembangan TI untuk dapat melayani masyarakat secara optimal ,” ungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Drs Susno Duadji, SH, MH, Msc. Bareskrim Markas Besar (Mabes) Polri sebagai garda terdepan Polri dalam melaksanakan penegakan hukum di Indonesia, terus berupaya mengimplementasikan TI. Ungkapan ini bukan sekadar basa basi, apalagi konon Polri lah yang menjadi instansi pertama di Indonesia yang menggunakan komputer sejak 1950-an silam. Maka tak heran jika hingga kini pengembangan TI di jajaran kepolisian terus dilakukan guna meningkatkan profesionalisme.
“Kami istilahkan training follow trainer untuk meningkatkan profesionalisme jajaran Polri ini khususnya dalam implementasi TI. Bentuk pelatihan TI yang paling efektif adalah dengan memantau penerapannya dan action plan. Ini semua kami lakukan untuk lebih optimal dalam melayani masyarakat,” tambah mantan Kapolda Jawa Barat ini dalam perbincangan BISKOM belum lama ini. Berikut petikannya.
Sejauh mana pemanfaataan TI di lingkungan kepolisian?
Kalau bicara TI, intansi di Indonesia yang lebih dulu memakai komputer adalah polisi. Dulu sejak tahun 1950-an, polisi sudah menggunakan komputer yang bentuknya masih tabung (transistor) yang dipasang di dinding-dinding. Tapi sayangnya, tidak terlalu berkembang dengan maksimal. Nah, kalau ditanya pemanfaatan TI sejauh mana, yang jelas Polri memandang sangat bermanfaat dan sangat membantu untuk mempercepat penyampaian informasi serta memperkecil ruangan yang digunakan untuk penyimpanan data dan dalam pengarsipan. Belum lagi TI sangat membantu untuk pendataan pembinaan karir dan personil, termasuk pendataan perkara sistematis melalui komputerisasi. Jadi, dengan pemanfaatan TI, kami akan bekerja dengan lebih tepat dan objektif. Misalnya kalau saya harus menilai masing-masing anggota penyidik dengan sistem penilaian biasa, mungkin penilaian itu akan sangat subyektif karena berdasarkan atau melibatkan perasaan.
Namun dengan adanya TI, komputer yang akan menilai seberapa besar prestasi yang sudah dicapai, berapa lama dia menyelesaikan berkas, berapa banyak klaim masyarakat yang dia terima, karena itu semua akan tercatat semuanya di komputer. Inilah yang dinamakan sistem pengendalian perkara dan sistem penilaian kinerja anggota dengan komputerisasi. Kalau polisi tidak mau atau tidak bisa memanfaatkan TI, jelas akan tertinggal dan bisa-bisa kecolongan dengan penjahat. Di samping itu semua, TI juga dapat menunjang kinerja polisi, seperti pengungkapan pelaku teroris, pendataan kejahatan lain, dan yang tak kalah penting kami berhubungan dengan dunia internasional untuk saling tukar informasi di Interpol dan beragam manfaat lainnya.
Bareskrim sudah mengembangkan aplikasi untuk sistem pengendalian perkara dan sistem penilaian kinerja anggota secara elektronik, bisa dijelaskan lebih lanjut?
Sistem Penilaian Kinerja Penyidik adalah suatu aplikasi yang memberikan solusi dalam bentuk komputerisasi penilaian kinerja penyidik. Sistem ini memberikan informasi akurat proses penyidikan tindak pidana, informasi kinerja penyidik dalam menyelesaikan laporan polisi. Sistem ini juga memberi kemudahan dalam mengkalkulasi parameter penentu hasil kinerja penyidik dan memudahkan pimpinan mengambil kebijakan. Secara garis besar aplikasi sistem pengendalian perkara elektronik memiliki fasilitas antara lain pertama, pemberkasan data laporan polisi, yang merupakan kegiatan awal untuk memberikan informasi perkembagan perkara yang sangat ditentukan oleh peran aktif operator atau penyidik dalam menginput data. Kedua, adanya Map Control, aplikasi ini memiliki 23 map atau kotak proses penyidikan mulai dari map Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), sampai dengan map pelimpahan perkara ke instansi lain. Ketiga, penilaian kinerja penyidik, dimana proses penilaian kinerja dilaksanakan secara otomatis berdasarkan parameter-parameter yang terintegrasi dengan perkembangan laporan perkara (Map Kontrol). Proses penilaian berupa poin tiap tahapan penyidikan yang dikalkulasi dalam bentuk kriteria persentase atau indeks. Keempat, unsur penilaian kinerja yang didasari oleh input atau entry data ke dalam sistem. Dalam unsur ini dituntut peran aktif penyidik mengisi tahapan perkembangan penyidikan dalam map control yang terdiri dari parameter pendukung rumusan hasil kinerja. Kelima, hasil penilaian kinerja, yang merupakan hasil dari proses yang berkesinambungan mulai dari nilai kinerja penyidik, gabungan nilai kinerja penyidik yang nilai kinerja unit yang juga merupakan gabungan nilai kinerja direktorat.
Bagaimana agar jajaran Polri lebih professional dalam menjalankan tugasnya dengan manfaatkanTI?
Kita harus lebih intens lagi mengenalkan TI di jajaran kepolisian. Sebab kami akui masih banyak anggota yang katakanlah “gagap teknologi”. Nah, kondisi seperti ini harus kami hilangkan karena komputer sudah dirancang sedimikian rupa agar orang lebih mudah mengoperasikannya. Si polisi tidak perlu berpikir bagaimana membuat program, tapi cukup menggunakan program tersebut. Jadi, kita terus memperkenalkan dan mensosialisasikan penggunaan komputer kepada polisi, sehingga dia tertarik dan komputer menjadi suatu kebutuhan kerja serta membuat mereka menjadi computer minded.
Belum lama ini seluruh jajaran Bareskrim mendapat pelatihan khusus TI. Dalam hal apa saja?
Biasanya kalau ada peralatan baru yang menunjang tugas polisi atau ada aplikasi baru yang harus diketahui, kami memang menggelar pelatihan khusus dulu. Misalnya di lingkungan Mabes Polri ini mulai dipasangi fasilitas internet, ya kami beri pelatihan terlebih dahulu terhadap semua jajaran. Kalau memang ada gadget yang fasilitasnya bisa sangat bermanfaat untuk menunjang kinerja, kami juga mengadakan pelatihannya dan sebagainya. Hal paling utama sebelum mengimplementasikan TI memang harus didahului dengan minat yang cukup dan mereka merasa senang dengan kehadiran teknologi baru itu. Kalau sudah merasa senang, tidak begitu sulit lagi untuk mengembangkan implementasinya dan pemanfaatannya. Jadi, kami tekankan agar mereka belajar dan mulai senang menggunakannya. Kalau hal ini sudah berjalan di tingkat pusat dengan baik, maka di kepolisian di daerah pun akan mengikutinya. Saya pernah melatih jajaran kepolisian di daerah tentang penggunaan teknologi, tapi ternyata belum berkembang hasilnya. Tapi kami tidak pernah bosan dan terus melatih mereka agar mereka bisa senang, berminat dan mengaplikasikan teknologi itu dengan sendirinya. Memang, kalau sesuatu dirasakan lebih bermanfaat dan enak karena mudah menggunakannya, maka dia akan terdorong untuk mencari teknologi itu. Jadi kesimpulannya, belum semua jajaran Polri sudah menguasai TI.
Menurut Anda unit Polri mana saja yang sudah menguasai TI dalam menjalankan tugasnya?
Di tubuh Polri yang sudah IT minded itu baru unit yang menangani kasus terkait TI saja. Antara lain Unit V IT and Cybercrime dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Kami harapkan keterampilan soal pemanfaatan TI bisa tersebar merata ke unit lainnya meski secara perlahan.
Bagaimana peran TI bagi Polri dalam upaya pemberantasan teroris?
Dengan pemanfaatan TI kami juga harus tahu bagaimana para teroris itu memanfaatkan TI dalam aksinya. Misalnya kita menggunakan TI dalam melacak jejak elektronis mereka, dengan TI kita juga melakukan penyadapan aktivitas mereka, apalagi ketika mereka melakukan transfer dana lewat e-banking misalnya, kita juga harus bisa lacak. Bukan cuma dalam pemberantasan teroris, tapi juga dalam kasus pidana lainnya seperti pembobolan situs KPU dalam Pemilu 2004 misalnya. Tentunya, semua kasus pidana terkait TI itu sangat sensitif sebab menyangkut bukti otentik dan data elektronis.
Selain terorisme, apa lagi tantangan terberat bagi Polri saat ini?
Kejahatan transnasional berkembang terus. Kejahatan transnasional hampir selalu berkaitan dengan kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari satu negara. Kejahatan ini antara lain, perdagangan manusia atau istilahnya human trafficking atau crimes against humanity, perdagangan obat bius (drug trafficking), kejahatan terorganisir lintas batas Negara (transborder organized criminal activity), pencucian uang (money laundering), dan kejahatan finansial (financial crimes) lainnya.
Kejahatan ini memang baru bisa terbongkar oleh orang-orang yang memang mempunyai pengetahuan TI karena modus operandi kejahatannya tak lepas dari pemanfaatan TI. Kalau kita tidak punya kemampuan TI dan bahasa Inggris, bisa repot karena sifat transnasional ini sudah lintas Negara dan mengglobal. Lebih dari itu pergerakan kegiatannya pun sangat pesat seperti halnya perkembangan TI. Selain kasus terorisme, tantangan Polri juga banyak bermunculannya kasus cyber crime dengan modus membobol kartu kredit dan sebagainya, termasuk dalam kasus pencemaran nama baik melalui TI misalnya.
Komentar